Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan pemerintah tengah mengambil sikap mengurangi penarikan utang baru untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia menyatakan, hal tersebut dilakukan karena kondisi kas negara dalam kondisi yang baik akibat terus menerus surplus di tengah tertekannya kondisi ekonomi global.
APBN tercatat dalam kondisi surplus delapan bulan berturut-turut.
Hingga akhir Agustus 2022, surplusnya sebesar Rp 107,4 triliun.
“Pemerintah, karena kecukupan cashflow, sengaja mengurangi penarikan utang baru,” kata Prastowo dikutip dari akun twitter @prastow, Rabu, 28 September 2022.
Stafsus Sri Mulyani tersebut menjelaskan pernyataan tersebut merespons laporan Koran Tempo berjudul Obral! Surat Utang Eceran.
Laporan ini menjelaskan upaya pemerintah berupaya menggenjot pembiayaan anggaran lewat obligasi ritel di tengah lesunya minat investor asing terhadap surat berharga negara (SBN).
Prastowo menyebutkan memang faktanya aliran modal asing tengah keluar dari pasar SBN Indonesia, termasuk dari pasar obligasi negara-negara emerging market lainnya.
Pemicunya adalah tren suku bunga acuan Bank Senteal Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), yang terus naik.
Tapi, Prastowo menegaskan, aliran modal asing yang keluar ini bukan berarti SBN Indonesia tidak laku, namun lebih karena tren hawkish The Fed membuat investor lebih memilih menempatkan dananya kembali ke Amerika Serikat karena suku bunga acuannya tengah tinggi.
“Yang terjadi memang ada capital outflow tapi bukan karena SBN kita tidak menarik.
Lalu dikaitkan realisasi lelang yang di bawah target,” ujar dia.
Oleh sebab itu, Prastowo menilai, jika penerbitan obligasi ritel dianggap menjual SBN secara eceran karena tidak diminati pasar adalah tidak tepat.
Justru obligasi ritel didorong sebagai bagian pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar domestik.
Obligasi ritel menjadi alternatif investasi yang menarik, karena aman dan kompetitif.
“Bukankah ini sejalan dengan kritik bahwa pemerintah perlu mengurangi porsi investor asing dan menurunkan rasio utang? Langkah ini yang diambil dan terus disempurnakan,” cuit Prastowo.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.